Cerai Karena Suami Judi

Cerai Karena Suami Judi

Kewajiban Suami Memberikan Nafkah yang Layak

Alasan yang dicetak tebal atau poin f tersebut mungkin bisa menggambarkan kondisi Anda saat ini. Kemudian, selain sejumlah alasan yang diterangkan, penting pula diketahui bahwa suami memiliki kewajiban untuk memberikan istrinya nafkah yang layak.

Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.[5] Salah satu kewajiban suami adalah melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.[6]

Selain itu, kewajiban ini juga ditegaskan dalam Pasal 80 ayat (4) KHI yang menerangkan:

sesuai dengan penghasilannya suami menanggung:

Nyatanya, suatu perkawinan menimbulkan hubungan keperdataan antara suami dengan istri yang kemudian melahirkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua pihak. Dengan kata lain, jika suami tidak memberikan nafkah yang layak untuk istri, maka ia dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi.

Sebanyak 4.000 suami istri bercerai karena judi online, menurut catatan Kementerian Agama atau Kemenag. Jumlahnya meningkat empat kali lipat dibandingkan 2019.

“Hanya 1.000-an pada 2019. Data kami kemarin, meningkat sampai 4.000-an perceraian akibat judi online,” ujar Menteri Agama Nasaruddin Umar saat membuka Musyawarah Nasional atau Munas ke-XVII Badan Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan alias BP4 dikutip dari keterangan pers, Rabu (20/11).

Ia mengajak BP4 untuk lebih banyak mengkaji data-data kuantitatif guna memahami cara terbaik dalam menurunkan angka perceraian.

Kemenag melibatkan lebih dari 5.900 Kantor Urusan Agama atau KUA dan lebih dari 50.000 penyuluh agama dalam memberantas judi online. Dalam waktu dekat, Kemenag akan memberikan tema khotbah khusus terkait bahaya judol.

“Kami memiliki 800 ribu masjid. Belum lagi, satu juga musala, langgar, surau dan meunasah. Begitu juga rumah ibadah agama lain. Semua dilakukan dalam rangka memproteksi masyarakat dari judi online," ujarnya.

Kemenag juga mengajak Majelis Ulama Indonesia alias MUI untuk memberikan penegasan terkait fatwa haram judi online.

Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan judi dan pinjaman online adalah paket lengkap untuk memperburuk kondisi rumah tangga. Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan 2023, sepanjang 2022 terdapat 1.178 kasus perceraian yang diakibatkan judi. Adapun menurut data Badan Pusat Statistik sepanjang 2023, terdapat 1.572 kasus perceraian karena judi.

"Misalkan kondisi keuangan keluarga yang tidak stabil, belum pulih dari COVID-19, kemudian terpuruk, misalnya dalam pinjaman online atau judi online, otomatis kan membuat kondisi rumah tangga itu tidak stabil," ujarnya kepada detikX pada Selasa, 18 Juni 2024.

Judi online menjadi pemicu terjadinya kekerasan ekonomi terhadap perempuan. Dalam banyak kasus, pelaku judi dengan paksa menguasai harta korban. Misalnya melakukan pengisian judi slot melalui gawai dan rekening istri. Lalu, di banyak kejadian, pelaku menjual atau menggadaikan barang pasangan. Selain ketagihan judi online, biasanya pelaku juga akan terjerat pinjaman online.

Di sisi lain, Siti mendesak agar pemerintah tegas menindak dan memblokir akses aplikasi judi. Setelah itu, pihak-pihak di balik judi online juga harus menerima hukuman setimpal.

Namun Siti juga mengingatkan, orang tertarik pada pinjaman dan judi online karena tergiur pendapatan tambahan. Artinya, selama ini upah yang diterima kelewat rendah. Untuk itu, selain memutus akses aplikasi judi online, pemerintah harus menaikkan tingkat upah agar ekonomi keluarga lebih stabil.

Terjadi di Berbagai DaerahSepanjang 2022, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, terdapat 1.191 kasus perceraian akibat judi. Angka ini terus bertambah dari dua tahun sebelumnya, yaitu 648 kasus pada 2020 dan 993 kasus pada 2021. Mirisnya, pada 2023, perceraian akibat judi menembus 1.572 kasus. Jumlah ini meningkat 32 persen dalam setahun dan melesat 142,6 persen dibandingkan pada 2020 atau awal pandemi COVID-19.

Judi bahkan menjadi penyebab perceraian terbanyak setelah perselisihan dan pertengkaran terus-menerus, ekonomi, meninggalkan salah satu pihak, dan mabuk. Adapun provinsi dengan kasus perceraian terbanyak akibat judi adalah Jawa Timur, disusul dengan Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran ketiga dari artikel dengan judul Gugat Cerai karena Suami Tak Mampu Menafkahi yang dibuat oleh Sigar Aji Poerana, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 22 September 2020, yang pertama kali dimutakhirkan pada Jumat, 24 Juni 2022, dan kedua kalinya pada 17 Februari 2023.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Gugat cerai karena suami tidak memberi nafkah adalah salah satu pertanyaan yang cukup banyak ditanyakan. Perlu kami jelaskan bahwa gugat cerai suami adalah langkah mengakhiri perkawinan yang dapat dilakukan oleh pihak istri.

Kami mengasumsikan bahwa perkawinan Anda tunduk pada hukum Islam. Oleh sebab itu, untuk menjawab pertanyaan Anda, kami merujuk pada UU Perkawinan dan perubahannya serta Kompilasi Hukum Islam (“KHI”).

Bicara soal perceraian, penting untuk diketahui bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak, dan untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.[1]

Kemudian, dalam perkawinan secara Islam putusnya perkawinan karena perceraian dapat terjadi karena talak, yang dimohonkan oleh suami,[2] atau gugatan perceraian, yang diajukan oleh istri,[3] sebagaimana yang terjadi dalam kasus Anda.

Jika Suami Tidak Mampu Menafkahi

Apa hukumnya jika suami tidak memberi nafkah lahir? Kami asumsikan nafkah lahir yang menjadi alasan gugat cerai suami adalah nafkah secara finansial. Jika suami melalaikan kewajiban memberi nafkah sebagaimana diterangkan sebelumnya, istri dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan untuk menuntut nafkah yang layak.[7]

Maka, mengenai pemberian nafkah yang layak, sebenarnya sudah tersedia upaya hukumnya, yaitu gugatan untuk menuntut nafkah, dan tidak serta merta harus menempuh langkah perceraian. Langkah ini dapat ditempuh dalam proses mediasi di pengadilan sebelum putusan perceraian dilakukan.

Meskipun dalam alasan perceraian yang kami jelaskan di awal artikel ini ketidakmampuan memberi nafkah bukan merupakan salah satu alasan perceraian, namun dalam praktiknya, tidak adanya nafkah lahir/finansial kepada istri dapat membuat hubungan suami istri tidak harmonis dan terjadi pertengkaran antara keduanya. Hal ini kemudian dapat dijadikan alasan perceraian.

Kapan Istri Bisa Gugat Cerai Suami?

Perceraian merupakan peristiwa yang tidak diinginkan semua orang. Namun, berdasarkan KHI, ada sejumlah alasan yang dapat menjadi alasan perceraian, salah satunya jika di antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga,[4] berikut ini sejumlah alasan yang dimaksud:

Jika Istri Menggugat Cerai Apakah Dapat Harta Gono-gini?

Menjawab pertanyaan Anda tentang harta gono-gini, harta gana-gini atau yang umumnya dikenal sebagai harta gono-gini diatur dalam Pasal 97 KHI. Pasal tersebut menerangkan bahwa janda atau duda cerai, masing-masing berhak seperdua (setengah) dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan dalam perjanjian perkawinan.

Jadi, sepanjang tidak ada harta bersama yang ditentukan dalam sebuah perjanjian perkawinan, istri yang menggugat cerai suami tetap berhak atas separuh atau setengah harta bersama.

Namun, sekali lagi kami tekankan bahwa Anda dapat mengupayakan gugatan menuntut nafkah tanpa perceraian sebagaimana diterangkan.

Demikian jawaban dari kami terkait gugat cerai suami sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.

[4] Pasal 116 huruf f KHI

[5] Pasal 30 UU Perkawinan

[6] Pasal 34 ayat (1) UU perkawinan

[7] Pasal 34 ayat (3) UU Perkawinan jo. Pasal 77 ayat (5) KHI

SUMATERAEKSPRES.ID - JUDI online kini menjadi fenomena yang semakin marak, meski jelas dilarang oleh agama dan hukum. Dampaknya tidak hanya merugikan dari segi finansial, tetapi juga berdampak pada kesehatan fisik dan mental.

Khusus bagi mereka yang sudah berkeluarga, kecanduan judi ini sering kali menimbulkan kerusakan serius pada keharmonisan rumah tangga.

Dalam banyak kasus, istri dan anak menjadi korban dari kebiasaan suami yang kecanduan judi online. Mereka sering kali tidak menerima nafkah sebagaimana mestinya, karena uangnya habis untuk berjudi.

Selain itu, suami yang kecanduan judi seringkali menjadi temperamental dan kasar, akibat frustrasi dari kekalahannya dalam berjudi.

BACA JUGA:Perhatian! Ini 2 Hal yang Bisa Membuat Anda Gagal Dalam PPG Guru Tertentu 2024

BACA JUGA:Jelang Penutupan Pendaftaran CPNS. Berkas yang Masuk Sudah 1.420 Berkas

Kecanduan judi online tidak hanya merusak keadaan ekonomi, tetapi juga menciptakan ketegangan dan perselisihan berkepanjangan dalam keluarga. Masalah ekonomi yang timbul sering memperburuk situasi, sehingga konflik keluarga dapat berujung pada perceraian.

Apakah Istri Dapat Menggugat Cerai karena Kecanduan Judi?

Dalam hukum Islam, hak talak umumnya berada di tangan suami. Namun, istri tetap memiliki hak untuk mengajukan gugatan cerai, yang bertujuan melindungi perempuan dari ancaman bahaya yang mungkin dialaminya.

Salah satu contoh dalam sejarah Islam adalah istri Tsabit bin Qais yang menggugat cerai suaminya, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Al-Bukhari:

Dari Ibnu Abbas, istri Tsabit bin Qais menghadap Nabi Muhammad SAW dan mengatakan, "Wahai Rasulullah, aku tidak mencela Tsabit bin Qais dari segi agama atau akhlaknya, tetapi aku merasa tidak nyaman hidup bersamanya.

BACA JUGA:Tersangka Penembakan Ditangkap, Terungkap Karena Motif Kesal dan Tersinggung

BACA JUGA:Apa Zodiakmu? Cek Prediksi Keberuntunganmu di Bulan September Ini

" Nabi Muhammad SAW kemudian bersabda, "Apakah kamu bersedia mengembalikan kebun yang diberikan kepadanya?" Ia menjawab, "Ya." Nabi kemudian memutuskan agar Tsabit menerima kebun tersebut dan menceraikannya dengan talak satu (HR Al-Bukhari).